Menguning emas dan bercahaya


Menguning emas dan bercahaya, 711 kata


100_writing_prompts_challenge_by_sunshockk-d5gj6pk - Copy
Gambar diunduh dari Google

100 Writing Prompts Challenge

Days #12 – Vault

Pengrajin-Kubah-Masjid-di-Daerah-Palembang
Gambar di-download dari Google

Menurut kamuslengkap.com, kata vault berarti kubah (in a church), ruangan besi, kolong, meloncat gala, dan melompati (a fence or stream)

Namun, karena aku adalah seorang muslim, maka ada baiknya arti kata vault tadi kuubah sedikit menjadi kubah di sebuah masjid.

Di sini, aku sedang tidak ingin menceritakan berapa banyak masjid yang kutemui dan kusinggahi, karena jujur saja, aku sebenarnya jarang keluar rumah jika tidak ada perlu. Namun karena akhir-akhir ini saja aku banyak keperluan, maka aku jarang di rumah. #sedikit membela diri.

Aku sedang tidak ingin menceritakan masjid Kubah Emas, yang beberapa waktu lalu—sudah dua tahun lebih—aku nekad ke sana, berempat motoran, perempuan semua, tentu aku dibonceng, sepanjang tiga jam perjalanan itu lebih dari tiga kali kecelakaan yang kutemui di jalan. Sepanjang jalan, aku memeluknya erat, aku ingin ia tahu, betapa aku sangat, sangat menyayanginya sepenuh hatiku. Meski kini, perempuan yang kusayang seolah kakak perempuan sendiri itu telah terenggut waktu dariku. Ia menjauh. Aku menjauh. Kami menjauh. Tak perlu membenarkan siapa yang salah, atau pun menyalahkan siapa yang benar. Aku salah, ia pun begitu. Tidak ada titik temu. Kami pun menjauh.

Waktukah yang salah?

Tidak. Tentu tidak. Menyalahkan waktu bukankah sama saja menyalah-Nya? Dan aku tidak seberani itu. Tidak akan mungkin seberani itu.

Lalu…apa masalah kami?

Skip saja bagian ini. Namun, aku janji, jika kelak, sang waktu berbaik hati, mengizinkan kami menyatu lagi, janji, akan kutulis dengan indah sekali lagi, kisahku dengannya.

Dan sebenarnya…aku juga sedang tidak ingin membicarakan kubah masjid terbuat dari apa. Berapakah diameter yang baik? Bahan apakah yang berkualitas? Perlukah dilapisi sejenis cat yang mengkilap? Atau…dilapisi emas agar lebih megah dan mentereng dari kejauhan. Ah, untuk membicarakan ini akan semakin memanjang dan melebar nanti. Serahkan saja pada ahlinya. Tukang bangunan terkenal di kotaku pasti bisa dengan mudah menjawabnya. Iya, kan? 😊

Ok. Anggap saja beberapa paragraf di atas sebagai pembuka cerita ini. Cerita yang tak penting namun cukup mengganggu tidurku akhir-akhir ini.

Fokus sekarang. Fokus, Cinta1668.

Aku melihat hal sederhana dalam sholatku. Di setiap sholat isya, beberapa waktu ini. Ia semakin bercahaya. Semakin kulihat dan kuamati, semakin ia bercahaya dan menguning emas.

Aku tidak tahu, kenapa sholatku yang harusnya khusyu jadi terganggu?

Tapi, aku sudah menggantinya, tiga kali dengan sajadah yang berbeda. Namun warna kuning emas dan bercahaya itu terus saja menggangguku. Kenapa?

Sajadah kuningku menjadi bercahaya di bagian ka’bahnya. Sajadah marunku menjadi kuning dan bercahaya di bagian masjid Nabawi-nya, tempat aku persis menjatuhkan kening dan hidungku saat posisi bersujud. Lalu, sajadah motif etnikku yang berwarna dominan cokelat juga tak kalah bercahaya dan menguning di bagian ka’bahnya.

Biasanya, kalau sudah begini. Selesai sholat, aku tidak mengaji. Aku malah langsung menyambar ponselku. Mencari-cari gambar ka’bah dan masjid Nabawi, juga beberapa tempat ibadah di sana.

Gambar diunduh dari Thumblr

 

Aku rindu membuka kitabku, melantunkan beberapa ayat indah dengan latar Ka’bah di sana.

 

Gambar diunduh dari Thumblr

 

Aku rindu menggelar sajadahku di sana. Aku penasaran apakah sajadahku akan tetap berwarna kuning emas dan bercahaya ketika aku di sana?

 

Gambar diunduh dari Google

 

Aku rindu Masjid Nabawi yang indah dengan payung-payung gagahnya yang pasti akan dengan sigap menaungiku dari teriknya cahaya matahari.

 

Gambar diunduh dari Google

 

Aku rindu dan ingin berlari-lari kecil antara Sofa dan Marwa.

 

Gambar diunduh dari Google

Aku rindu melempar jumroh di Mina.

Dan terakhir…

Aku rindu, bertemu kekasih sejatiku di sana. Aku yang dengan status single, ia pun demikian. Kami bertemu dengan cara yang unik di sana. Ah, aku pasti akan menganggapnya, ini cara Tuhan Yang Maha Baik menyatukan dua insan manusia.

Dan sayangnya, ketika aku berkhayal dan bercerita dengan semangat berapi-api kepada sahabatku di tengah mata kuliah kampus yang menjemukan. Sahabat yang lain akan menguping dan bilang…

“Wuidiiihhhh, mengkhayalmu keren sekali. Semoga terlaksana. Amin. Amin.”

Lalu, aku akan melontarkan kata-kata khasku.

“Hei, ini bukan khayalan. Ini mimpiku, tahu! Dan…apakah kalian tahu? Dalam mimpiku itu, ada kalian, kita satu genk berangkat umroh/haji bareng sebelum menikah, dan masing-masing dari kita, akan menemukan belahan hatinya. Mau tidak?”

“MAU MAU…MAU!”

Ah, huruf kapital pada percakapan terakhir ini rasanya sudah cukup mewakili betapa bahagia dan begitu bersemangatnya kami.

Semoga diberi kesempatan. Semoga sahabatku, kalian semua, dan juga diriku diberikan kesempatan indah itu, oleh-Nya Yang Maha Baik. Amin. Amin Yaa Mujibassaailiin. 😇

 

#RuangObrol #Obrolin #Impian

20 respons untuk ‘Menguning emas dan bercahaya

  1. Saya suka membaca tulisan ini, di antara sekian tulisan Cinta. Mungkin karena saya lebih suka saat Cinta menggunakan “aku” daripada menggunakan “Cinta” seperti biasanya.

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar