Tentang Prasangka


Tentang Prasangka, 688 kata


Untuk kesekian kalinya…blog Cinta1668 malam ini akan berisi curhat lagi.

Maafkan ya Lovers, mohon maafkan 🙏🙏🙏. Bagi yang kurang berkenan, silakan lewati saja.

Kali ini, Cinta akan sedikit sharing perihal pengalaman pribadi tentang “prasangka”.

Gambar didownload dari sini

Ada sebuah hadits yang mengatakan…

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي

Sesungguhnya Allah berfirman: “Aku sebagaimana prasangka hambaku kepada-Ku. Aku bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku.” [HR.Turmudzi]


Jika dikatakan seolah-olah hadits ini melenakan, di mana Allah akan menuruti prasangka hamba-Nya, bila seorang hamba berprasangka baik, maka kebaikanlah yang terjadi padanya, dan sebaliknya, jika seorang hamba berprasangka buruk maka terjadilah keburukan padanya, itu anggapan yang salah.

Ustad salim A. Fillah mengatakan, jika semua berjalan seolah-olah justru Allah akan melakukan semua keinginan hamba-Nya. Kalau begitu, siapa sebenarnya yang hamba, dan siapa Rabb-nya?

Nah, Cinta setuju dengan pendapat beliau itu.

Tadi, Cinta sempat browsing sebentar dan menemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia versi Online bahwa prasangka adalah pendapat (anggapan) yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui (menyaksikan, menyelidiki) sendiri.

Perihal demikian, pernah terjadi dalam hidup Cinta beberapa waktu lalu, belum lama sih. Waktu itu, karena kemalangan yang Cinta terima bertubi-tubi…Cinta sempat berpikir sampai bertanya dalam hati…

Ya Allah, sebenarnya, apa yang Engkau harapkan dari diri yang hina ini? Begitu banyak dosa hamba, tapi kenapa hamba terus diberi cobaan di mana hamba hampir tak kuat menanggungnya? Kehilangan, kepercayaan, ketakutan, kekerdilan hati, kesehatan, muncul hampir bersamaan. Mengapa? Mengapa aku menghadapinya sendirian?

Aku melupakan tahajjud, melupakan bangun pagi, memperlambat waktu sholat. Ya, aku melakukan semua itu. Dan itu sengaja.

Tahu kenapa?

Aku yang naif ini berharap cobaanku segera berakhir.

Tapi tidak. Cobaan itu tidak berakhir.

Aku dibenturkan lagi dengan cobaan yang lebih parah : kesehatan lagi, keuangan muncul setelahnya, kehilangan lagi. Seolah aku semakin terseret dan terperosok ke dalam jurang buatanku sendiri.

Aku yang dicoba, harusnya mendekat Tuhan, tapi aku malah memutuskan menjauh, aneh, bukankah?

Lalu…aku kembali lagi. Menormalkan jadwal sholatku, meski tahajjud tak pernah lagi tiap hari. Aku mungkin capek dan lelah juga harus ngambeg dengan Tuhan.

Memangnya, mau berapa lama, Cinta? Suara kecil dari hatiku itu terus bergumam. Lalu aku sadar. Ah, benar. Saat aku ngambeg dengan Tuhan, aku benar-benar merasa kesepian, lebih kesepian daripada ditinggal pacar. Dari pada kehilangan uang, dua buah atm, AEON express card, SIM, STNK, dan tiga buah flashdisk kesayanganku dalam dompet biru denim merk Dan*sh kesayanganku.

Otakku yang cetek mulai berpikir lagi. Apa yang harus kulakukan?

Lalu…aku mnemukan sebuah cara. Kenapa tidak kumulai memperbaiki cara pandangku akan sesuatu? Bukan untuk memperoleh kebaikan dari Allah atas prasangka baikku pada-Nya. Bukan. Aku hanya merubah mindset-ku tentang yang terjadi padaku setiap hari. Merenungkan ulang semua kejadian dari hari ini ke belakang.

Kalau hari itu, dompetku tidak dicopet, aku tidak akan mendiamkan kakakku beberapa waktu karena keteledorannya menjaga dompetku. Aku tidak akan tahu arti rasa sayangnya padaku. Aku tidak akan tahu, akibat dari kecerobohanku mendiamkan kakak berdampak pada ibuku yang notabene menganggapku anak kesayangan beliau, ikut-ikutan mendiamkan kakak keduaku. Aku tidak akan tahu betapa aku berdosa berlaku demikian. Aku tidak akan pernah bisa belajar bahwa sesuatu harus dimulai dengan memaafkan.

Kalau di hari lain, aku tidak menerima kritik dengan hati lapang. Aku tidak akan bisa memperbaiki diri. Mungkin saja, aku akan menjadi orang yang sombong yang selalu merasa benar. Kemungkinan terparah adalah : aku tidak akan pernah bisa menerima kritik dan saran dari orang lain.

Kalau saja…aku tidak bertengkar dengan sahabat atau teman. Aku tidak akan tahu arti kehilangan. Aku tidak pernah tahu apa artinya sayang. Juga tidak akan tahu bagaimana rasanya berkorban.

Kalau saja aku selalu sehat, aku akan congkak mungkin. Merasa bahwa Dia selalu berlimpah kasing-sayang hanya untukku. Aku akan takabur. Aku akan semakin tenggelam dalam ujian dunia yang melenakan. Karena ujian tak selamanya berupa kesengsaraan. Kata pak ustad, ujian bisa berupa kekayaan, kebahagiaan, kecantikan, dan kenyamanan.

Berhati-hatilah karena empat faktor itu mudah sekali menimbulkan ujian pamungkas : kesombongan. Begitu kata beliau.

Aku tak tahu apakah sekarang aku berubah membaik atau malah memburuk karena yang bisa menilaiku hanya orang lain. Hanya mereka saja.

Dan tentang prasangkaku pada-Nya. Entah itu kejadian baik atau buruk yang menimpaku. Aku hanya berharap satu hal :

Bisa menemukan kebaikan dan rasa cinta-Nya kepadaku setiap waktu. Amin.


20 respons untuk ‘Tentang Prasangka

  1. Yang sabar ya, kartini pernah bilang “Habis gelap terbitlah terang”, sekarang tinggal ikutin aja jalannya, tinggal kamu pilih, mau kemana arah yg akan kamu ambil…
    Love u cintaa wkwkwk….
    Selamat hari kartini 😅😄

    Disukai oleh 2 orang

  2. Walaupun ada hal buruk yg menimpa kita, yg kudu di lakukan cuma percaya padaNya dn mmperbaiki sudut pndang kita terhdap sesuatu, klo kita ikhlas.. Legowo.. Psti kita bs ambil hikmah pd suatu pristiwa dn bs buat kita tenang, menyesal boleh, tp sementra aja krna sesuatu hal yg brhubungn dgn wktu tidk akn prnh trulang kmbli yg kt bs lkukan hnya mngikhlaskn gmnapun pahitnya 😊

    Disukai oleh 2 orang

  3. O prnah berprasangka pd Tuhan ni ceritanya? Kirain prasangka pd siapa, hee..
    Tp nurutku sih, lumrah bnget manusia berprasangka pd Tuhan, krn memang mnusia terbatas memahami rahasia2Nya. Tapi semakin org sadar ttg hakikat Tuhan yg maha sempurna dan berdaulat, maka smkin kita berserah kpd-Nya.

    Saya rasa Cinta “sudah balas dendam” dlm bnyak hal.

    Disukai oleh 2 orang

Tinggalkan komentar