Pasir : di bibirmu aku merasakan basah! setiap kali aku kekeringan, kembali kau menyapuku dengan basah, entah berapa kali kau lakukan itu padaku bertahun ini, tak terhitung, namun cukup aku tahu dalam 5 menit 3x, 1 jam 15x, 1 hari… Ah, kau pasti bisa menghitungnya sendiri. Ya, tepat! 360x.
Tidak ada yang sepertimu.
Kau adalah cermin alamku.
Langit, bintang, bulan, matahari, merpati, rajawali, mereka semua ingin bercermin padamu.
Kau seolah mahkota parahiyangan di tengah kumpulan istana topi. Seperti cahaya bening yang memancarkan aura bagi setiap pencermin, hanya pantulan sebenarnya yang kau pendarkan “kejujuran”.
Aku menunggumu, di sini sampai nanti, sampai penciptaku menjungkir-balikkan butiran-butiranku. Kata cinta mungkin terlalu tinggi untukku, sementara kau lihat sendiri auraku yang selalu berubah tanpa kepastian, cokelat, hitam, abu, atau putih.
Tapi, aku bisa janjikan satu hal, aku akan selalu ada untukmu!
Air pantai : sepertinya aku mendengarmu membicarakanku, menyanjungku, hingga ombakku kian menjadi karena girangnya.
Ah siapa aku? Aku yang hanya menerpamu dengan buih, kadang membawa sampah untukmu, hanya mengotorimu saja!
Tak tahu hatimu seperti apa, tak tahu bicaramu seperti apa, kau di situ saja, jangan kemana-mana itu sudah cukup bagiku.
Bahasa tidak lagi penting, jika perbuatan telah meruncing,
kau seribu aksara tanpa kata yang akan terus terpatri meski tanpa bahasa yang kumengerti.
Mungkin cinta memang begini, cukup diam, meresapi, dan mengerti.
Imajinasi yang mengena. Membacanya seakan menjadi pasir juga air pantai yang kaku itu.
Tulisan yg bagus Cinta. Salam hangat^^
SukaDisukai oleh 1 orang
Hei Alif Febry, makasih ya udah follow blog Cinta, udah buat jejak juga dg torehan manisnya. Salam hangat balik buat Alif 😊
SukaDisukai oleh 1 orang
Kembali kasih Cinta ^^
SukaDisukai oleh 1 orang